Penegak Hukum di Lampung Tutup Mata, Pekat akan Bawa Dugaan Korupsi Proyek CT Scan di RSUD Menggala ke Jakarta

Tulangbawang, Warta9.com – Hingga saat ini aparat penegak hukum, baik Kejaksaan dan Kepolisian di Lampung belum menyentuh dugaan praktek korupsi tiga kegiatan proyek di RSUD Menggala Tulangbawang masa kepemimpinan Direktur Dr. Feby Levarina, Sp.PK, MKes, kisaran tahun 2015-2016.

Meski sudah banyak elemen masyarakat menyoal masalah ini, tapi hingga saat ini ada tindakan. Oleh sebab itu, menyikapi masalah dugaan praktek korupsi tga kegiatan di RSUD Menggala, Plt Ketua Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (Pekat) Lampung Yulianti, Sabtu (26/1/2019), akan terus mengawal kasus ini. Bila aparat penegak hukum di Lampung belum bergerak dan cuek, maka Pekat akan membawa kasus ini ke penegak hukum di Jakarta.

“Kami meminta aparat penegak hukum bertindak. Apalagi ada informasi kalau tim dari Korp Adhiyaksa itu sudah pernah turun ke Tulangbawang. Bila aparat belum bertindak juga, maka Lembaga Hukum Pekat akan membawa masalah ke Jakarta,” tandas Yuli.

Ia masih mengharapkan aparatur hukum mau peduli terhadap dugaan praktik korupsi di RSUD Menggala. Sebab, kata Ketua Pekat ini kalau dibiarkan akibat kurang pedulinya aparat penegak hukum di Lampung, lama-lama kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum di Lampung berkurang. Apalagi kalau melihat rekam jejak perusahaan yang mengerjakan proyek CT Scan dan proyek lain di RSUD Menggala TA 2015-2016, pernah cacat karena dibeber oleh KPK di persidangan kasus Alkes di Kementerian Kesehatan.

Diberitakan Warta9.com, setidaknya ada tiga kegiatan proyek diduga kuat terjadi tindak korupsi. Bukan hanya melibatkan Direktur RSUD, tapi juga melibatkan pejabat lain yaitu oknum pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tulangbawang. Jika ada indikasi keterlibatan pejabat Dinas PUPR, maka Bupati Tulangbawang Hj. Winarti jangan membiarkan. Komitmen Bupati Winarti untuk membersihkan pejabatnya yang terindikasi kurang bersih harus dibuktikan. Ini perlu dilakukan bagi Bupati Tuba, agar jangan sampai terulang kasus Bupati Lampung Tengah, Lampung Selatan dan baru-baru ini Mesuji yang ditangkap KPK.

Kegiatan proyek pengadaan Alkes BLUD RSUD Menggala Kabupaten Tulangbawang TA 2015 dari dana bantuan Kemenkes RI untuk pengadaan Alkes CT Scan diduga pelaksanaannya menyimpang.

Sebab, kegiatan proyek ini dilakukan lelang umum tidak mengacu kepada e-catalogue. Dengan tender umum maka anggaran yang mustinya untuk pengadaan CT Scan dan perangkatnya dipecah. Cara ini diduga ada unsur kesengajaan, sehingga patut dicurigai.

Pembelian Alkes CT Scan RSUD Menggala sebesar Rp5 miliar dikerjakan oleh PT. Airindo Sentra Medika. Perusahaan ini pernah dibeber KPK dalam persidangan korupsi Alkes masa Menkes Fadila Sari.

Kemudian ada juga belanja aksisoris CT Scan 16 Slice berupa UPS, Blok panel dan aksisoris. Mustinya pembelian Alkes CT Scan sudah diadakan satu perangkat dan tidak dipecah. Tapi menurut informasi dari sejumlah sumber di Tulangbawang, pengadaan Alkes CT Scan sengaja dipecah dan dilakukan tender umum agar dapat keuntungan lebih besar. Sebab, kalau menggunakan lelang sesuai catalog, keuntungannya tidak besar. Bila melihat harga di catalog, harga CT Scan 16 Slice produk Siemens sekitar Rp4,6 miliar. Harga dalam katalog itu sudah diperhitungkan keuntungan.

Tapi celakanya, pengadaan Alkes RSUD Menggala berupa CT Scan yang baru diadakan itu ternyata belum bisa dioperasikan dua tahun alias mangkrak. Jadi sejak alat itu dibeli tahun 2015 hingga 2016 belum bisa digunakan.

Karena tidak bisa digunakan, sehingga pada APBD-P 2015 Direktur RSUD Menggala Dr. Feby Levarina, Sp.PK, MKes, mengajukan anggaran renovasi CT-Scan sebesar Rp 850 juta berdasarakan LPSE Pemkab Tulangbawang. Tapi renovasi CT-Scan itu tidak ada, namun anggaran sebesar Rp 850 juta diduga dicairkan. Sementara alat CT Scan tidak bisa dihidupkan alias mati.

Mirisnya lagi, pihak RSUD Menggala menganggarkan pengadaan Rumah CT Scan tahun 2016 melalui APBD-P senilai Rp 850 juta, tetapi tidak ada kegiatan. Informasinya anggaran sebesar itu diduga dicairkan oleh pihak rumah sakit. Ruang CT Scan menggunakan bangunan yang lama dan cuma diskat. “Jadi, ada dua kegiatan diduga kuat fiktif dan satu kegiatan pengadaan Alkes CT Scan juga diduga ada unsur tindak pidana korupsinya,” kata sumber Warta9.com yang layak dipercaya. (W9-jam/to)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.