Menelisik Keikhlasan Dan Kegigihan ‘Pakde’ Suroto, Makan Singkong Mentah Hingga Naik Helikopter

Aipda Suroto saat melakukan perumusan sidik jari. FOTO : Avan

LANGIT mendung menggelayuti Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Lampung Utara. Terlihat seorang pria yang tak lagi muda. Di ruangan yang tak cukup besar. Seukuran 2×3 meter. Tampak asik memegang kaca pembesar ditangan kirinya, dan pena ditangan satunya lagi.

Ya..dia adalah Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Suroto. Dikalangan personil Korps Bhayangkara Lampung Utara, dia lebih dikenal dengan sebutan ‘Pakde’. Pria kelahiran Blitang, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, 24 April 1961 namanya tak asing ditelinga anggota Polres Lampung Utara. Bukan karena segudang prestasi yang dimiliki, melainkan dedikasinya sebagai anggota yang membidangi Identifikasi, atau saat ini disebut Inafis (Indonesia Automatic Finger Print Identification System).

Identifikasi bukan hanya sekedar perumusan sidik jari, tetapi mencakup foto dokumentasi. Jabatan yang disandangnya kini Kepala Urusan (Kaur) Identifikasi, di Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Lampung Utara. Diruangannya, Pakde dibantu seorang anggota bernama Untung.

Berstatus polisi sejak Januari 1983, dirinya kali pertama berdinas di Kepolisian Wilayah (Polwil) Lampung. Sebulan kemudian ditugaskan di Lampung Utara. Di Polres Lampung Utara, mulanya Pakde ditempatkan di Satuan Sabhara. Lalu Agustus 1987, dia ditugaskan di bidang Identifikasi Sat Reskim sampai sekarang. Berarti, Sekitar 31 tahun Aipda Suroto berkecimpung diduna Identifikasi. Berkat kesabaran dan keuletan dalam bertugas, banyak pengalaman yang dilalui pria paruh baya ini.

Dengan logat Sumatera Selatan yang khas, Pakde menceritakan beberapa pengalaman yang bagi dirinya tak akan terlupakan. Diantaranya, dia pernah memakan singkong mentah untuk berbuka puasa. Itu terpaksa dilakoni saat melakukan identifikasi yang lokasinya berada ditengah hutan.

“Saya lupa waktunya kapan, yang pasti bulan puasa. Kejadiannya di Pakuon Waykanan (Saat itu Waykanan belum menjadi Kabupaten dan masih masuk dalam wilayah Lampung Utara,red). Pelaku pencurian dengan kekerasan tewas ditembak polisi karena melawan, dan saya ditugaskan untuk mengidentifikasinya. Saya berangkat dari Polres sekitar pukul 13.00 WIB,” terang Pakde, Rabu (26/12/2018).

“Karena medan yang ditempuh cukup sulit, sehingga saya tiba dilokasi sekitar pukul 17.30 WIB. Setelah sampai, ternyata yang tewas itu sudah dibawa pihak keluarga untuk dimakamkan. Saya pun menuju kediamannya yang lokasinya cukup jauh dengan melintasi hutan dan perkebunan. Diperjalanan, waktu berbuka tiba, karena tidak ada bekal yang saya bawa, terpaksa saya cabut tanaman singkong yang ada disitu, dan singkongnya saya makan mentah. Yang penting bisa berbuka puasa,” kata dia lagi.

Selain makan singkong mentah, lanjut dia, ada pengalaman menarik yang tak pernah lekang diingatannya. Yaitu, untuk kali pertama dirinya menaiki helikopter karena ditugaskan untuk memotret gedung Mapolres dari udara. “Waktu itu tahun 2006, saya diperintahkan Pak Kapolres mendokumentaskikan gedung Polres dari udara menggunakan helikopter. Nggak semua orang punya kesempatan bisa lakukan itu. Dan itu pertama kalinya saya naik helikopter. Dan hasil foto saya dibawa ke Mabes Polri,” ungkapnya dengan sedikit senyum terpancar dari wajah yang mulai mengeriput.

Aipda Suroto ketika mengidentifikasi mayat anonim beberapa waktu lalu. FOTO: Avan

Bagi Pakde, di dunia Identifikasi tidak mengenal adanya hari libur, baik lebaran ataupun hari besar lainnya. Karena suatu peristiwa bisa terjadi kapan saja. ”Disini, kalau terjadi peristiwa ya.. harus segera berangkat. Tidak mengenal hari libur, tanggal merah, bahkan hari lebaran. Pernah juga saat bulan puasa, ketika ingin berbuka puasa bersama keluarga, tiba-tiba kurang sepuluh menit ada kejadian pembunuhan, terpaksa evakuasi korban ke rumah sakit. Tapi semua itu saya lakukan ikhlas demi tugas dan amal ibadah,” tuturnya.

Pernah sesekali waktu terbesit difikirannya untuk berpidah tugas, namun keinginan itu ia hempaskan. Karena pahit, manis, getir, yang dia rasakan adalah suatu dinamika dalam menjalankan sebuah tanggung jawab besar dalam bertugas. Dia pun berkomitmen untuk tetap melanjutkan itu, dengan berpegang teguh pada keihklasan dan kesabaran.

Khususnya perumusan sidik jari, lanjut Pakde, ia tempa melalui berbagai pelatihan. Karena baginya sebagai sebuah amanah, maka mampu atau tidak mampu harus tetap dijalani. Setelah ditekuni, dia menyadari jika tidak semua orang bisa melakukan perumusan sidik jari. Karenanya sejak masuk di Identifikasi hingga sekarang, sudah ribuan orang dirumuskan sidik jarinya memakai kaca pembesar yang juga puluhan tahun setia menemani. Rumus sidik jari memiliki fungsi selain untuk Identifikasi, juga menjadi syarat penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Dia bersyukur, selama ini tidak pernah melakukan kesalahan merumus sidik jari.

Selain rumus sidik jari, Identifikasi juga identik dengan mayat. Ketika berbicara tentang mayat, bagi Pakde Suroto merupakan hal yang biasa. Sekalipun mayat itu telah membusuk dan tak dikenali. ”Kalau ketemu mayat yang masih utuh sih enak. Tapi kalau sudah busuk dan belatungan, minta tolong warga untuk mengangkatnya banyak yang tidak mau. Dan hidung saya sudah ‘kebal’ dengan bau mayat busuk. Sudah puluhan mayat yang pernah diidentifikasi. Ada yang berhasil diungkap, baik melalui sidik maupun hasil foto dari pakaian yang dikenakan,” jelasnya.

Dilingkungan keluarga, sang istri Helen Tati dan ketiga anaknya telah memahami dan mengerti akan tugas yang diemban Pakde Suroto. Karena, keluarga selalu mendukung profesi yang dilakoninya. ”Saya jalani profesi saya dengan sabar, iklhas dan selalu bersyukur. Itu saya tanamkan terhadap anak-anak saya,” kata Pakde.

Begitupun dimata AKBP Budiman Sulaksono. Pimpinan tertinggi di Mapolres Lampung Utara. Pria dengan melati dua dipundaknya ini menilai, Aipda Suroto memilik ketekunan, keuletan serta dedikasi dalam menjalankan tugas. ”Selama 31 tahun dia (Pakde Suroto) bertugas di unit Identifikasi, berarti dia benar-benar memahami tugas dan fungsinya. Ini dapat dijadikan contoh. Dimana, kita harus bersyukur dengan amanah yang kita emban, karena tidak semua orang bisa dan mampu,” kata Kapolres AKBP Budiman Sulaksono.

Dibulan keempat tahun 2019, Pakde Suroto mengakhiri karirnya di kepolisian. Sekelumit pesan yang mendalam dan tersirat untuk disematkan kepada anggota Polri khususnya di Lampung Utara. Bekerjalah dengan ikhlas, bersungguh-sungguh dan tetap profesional. Tugas dan tanggung jawab mengajarkan kita pada kesabaran dan keikhlasan yang tak terbatas, untuk menjadi pribadi bijaksana dan tegas. ** (Lutfansyah/Avan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.