Ethnomathematics: Membangun Pendidikan Bekarakter Melalui Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal

Warta9.com – Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman etnis budaya dan agama. Penduduk Indonesia terdiri atas penduduk asli, keturunan Tionghoa, Arab, dan India, serta golongan orang Indo atau Eurasia yaitu percampuran Indonesia dan Eropa. Penduduk asli Indonesia sendiri terdiri atas lebih dari 300 suku bangsa dengan keunikan identitas budaya serta bahasanya. Ada lima agama besar yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha serta berbagai keyakinan religius etnis tertentu yang dianut masyarakat Indonesia.

Bila dilihat dari kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, penduduknya tersebar di pegunungan, wilayah pesisir atau di daratan dengan karakteristik lingkungan yang beragam. Selain itu, pluralitas di Indonesia juga tercipta oleh adanya strata sosial dan ekonomi akibat pertumbuhan ekonomi negara yang belum merata. Hal ini menunjukkan betapa Indonesia adalah negara dengan penduduk yang sangat multikultur.
Dinamika pluralitas di Indonesia tidak hanya terjadi antar penduduk di dalam negeri tetapi juga terjadi antar penduduk Indonesia dengan dunia luar. Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia tidak mungkin menutup diri terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi. Pengaruh modernisasi terhadap kehidupan berbudaya tidak dapat dipungkiri lagi, hal ini berdampak pada mengikisnya nilai budaya luhur bangsa negara kita. Terjadinya hal ini dikeranakan kurangnya penerapan dan pemahaman terhadap pentingnya nilai budaya dalam masyarakat. Pendidikan dan budaya adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari-hari, karena budaya merupakan kesatuan utuh dan menyeluruh yang berlaku dalam suatu masyarakat, dan pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap inidividu dalam masyarakat.

Hal ini tentu berdampak besar bagi eksistensi bangsa Indonesia. Salah satu dampak positifnya adalah terbuka lebar kesempatan untuk mengakses berbagai informasi termasuk penemuan-penemuan terbaru di bidang ilmu pengetahuan. Namun, bangsa Indonesia juga merasakan dampak negatifnya dengan mulai terkikisnya nilai-nilai budaya daerah dan semangat kebangsaan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya benturan nilai-nilai kultur yang dianut masyarakat Indonesia dengan nilai-nilai kultur dari luar.

Setiap diri individu terdapat unsur etnis atau kesukuan, agama, tingkat sosial ekonomi dan lingkungan tempat tinggal atau letak geografis. Semua unsur ini akan mempengaruhi dan membentuk karakter individu yang akan ditampilkannya dalam sikap, tindakan, perilaku, rasa dan pemikiran. Sebagai bagian dari masyarakat multikultur, performa tersebut dapat berimplikasi positif bila bersifat konstruktif atau berimplikasi negatif bila bersifat destruktif. Interaksi individu dengan individu lainnya dapat menimbulkan saling pengaruh dan percampuran budaya atau sebaliknya saling menolak sehingga menimbulkan konflik. Pengaruh globalisasi yang membawa serta nilai-nilai kultur asing menjadikan semakin kuatnya tarik menarik antar unsur-unsur ini sehingga seolah terjadi kontradiksi antara mengikuti perkembangan jaman dengan menjaga identitas diri. Bila individu tercerabut dari akar budaya dan agamanya maka ia mulai kehilangan jati dirinya.

Pemuda Indonesia dari berbagai suku bangsa menegaskan kesatuan dan persatuan melalui Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Semua ini merupakan pengalaman historis yang menunjukkan adanya kesadaran dan penerimaan multikultur di Indonesia sekaligus kesadaran akan jati dirinya sebagai bangsa Indonesia. Namun, makna Bhinneka Tunggal Ika ataupun Sumpah Pemuda kini seakan mulai memudar dalam diri bangsa Indonesia. Konflik antar suku, antar agama bahkan pertikaian antar warga yang dipicu oleh hal-hal yang sepele adalah buktinya. Yang lebih memprihatinkan lagi adalah tawuran antar pelajar, antar mahasiswa, baik dengan sesamanya maupun dengan pihak lain, yang sering juga disebabkan oleh kesalahpahaman semata.

Padahal pelajar dan mahasiswa adalah gambaran masyarakat terdidik. Apa yang salah dengan pendidikan di Indonesia?. Kemajemukan masyarakat Indonesia dapat dipandang sebagai potensi, namun disisi lain juga rentan menimbulkan konflik. Keanekaragaman yang tidak diikuti dengan kesepahaman, toleransi dan saling pengertian dapat memantikkan api-api konflik yang berdampak pada ketidakadilan. Sementara itu, adalah suatu hal yang mustahil jika keanekaragaman tersebut ditiadakan dengan memaksakan kesamaan atau monokultur.

Upaya strategis dalam menumbuhkan kesepahaman, toleransi dan saling pengertian adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang berpihak pada keanekaragaman dan mengakomodasi perbedaan untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu menjadi terdidik, adalah pendidikan multikultural. Pendidikan merupakan usaha membangun kesadaran diri sebagai individu yang berpotensi dalam memberikan kontribusi positif bagi pembangunan masyarakat. Untuk itu sebagai bagian dari masyarakat yang multikultur, setiap individu perlu menyadari akan identitas dirinya dan menghargai kultur lain yang berbeda dengannya. Tahap awal yang perlu segera dilakukan adalah penyadaran melalui sosialisasi yang dapat dimulai pada level sekolah, untuk bisa saling mengenal dan memahami keanekaragaman budaya, sehingga menumbuhkan sikap saling menghargai identitas etnik yang sama maupun berbeda. Memang tidak semua permasalahan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan) dapat terselesaikan melalui pendidikan di level sekolah terlebih lagi dalam batasan ruang kelas.

Akan tetapi, upaya penyadaran itu harus segera dilakukan melalui tindakan nyata. Ruang kelas dipandang cukup efektif sebagai tempat memulainya. Sekolah atau kelas merupakan miniatur masyarakat dimana peserta didik belajar mengembangkan keterampilan sosial dan mengasah pemikiran yang kritis. Disamping itu, sekolah merupakan miniatur pembentukan karakter budaya individu. Hal tersebut bahwa budaya merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal tersebut mengartikan bahwa hampir seluruh aktivitas manusia merupakan budaya atau kebudayaan karena hanya sedikit sekali tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tidak memerlukan belajar dalam membiasakannya.

Masyarakat Indonesia sudah sepatutnya untuk kembali kepada jati diri mereka melalui pemaknaan kembali dan rekonstruksi nilai-nilai luhur budaya mereka. Dalam kerangka itu, upaya yang perlu dilakukan adalah menguak makna substantif kearifan lokal. Persoalannya adalah bagaimana mengimplementasikan kearifan lokal untuk membangun membangun Sumber Daya Manusia kompetitif, inovatif, dan berkarakter melalui pendidikan?.

Pendidikan berbasis kearifan lokal dapat digunakan sebagai media untuk melestarikan potensi masing-masing daerah. Kearifan lokal harus dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah merupakan potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah tertentu. Para siswa yang datang ke sekolah tidak bisa diibaratkan sebagai sebuah gelas kosong, yang bisa diisi dengan mudah. Siswa tidak seperti plastisin yang bisa dibentuk sesuai keinginan guru. Mereka sudah membawa nilai-nilai budaya yang dibawa dari lingkungan keluarga dan masyarakatnya.
Salah satu upaya strategis dalam membangun SDM yang kompetitif, inovatif, dan berkarakter adalah melalui pelestarian budaya lokal. Pelestarian budaya lokal yang berpihak pada keanekaragaman dan mengakomodasi perbedaan adalah eksplorasi pendidikan multikultural. Ethnomathematics merupakan jembatan matematika dengan budaya, sebagiamana etnomatematika mengakui adanya cara-cara berbeda dalam melakukan matematika dalam aktivitas masyarakat.

Dengan menerapakan etnomatematika sebagai suatu pendekatan pembelajaran akan sangat memungkinkan suatu materi yang dipelajari terkait dengan budaya mereka sehingga pemahaman suatu aplikasi dari ilmu matematika oleh masyarakat menjadi lebih mudah karena terkait langsung dengan budaya meraka yang merupakan aktivitas mereka sehari-hari dalam bermasyarakat.
Jika melihat peranan ethnomathematics dalam kehidupan sehari-hari, tidak dapat dipungkiri bahwa matematika dengan bidang pendidikan, matematika dengan bidang kebudayaan, matematika dengan kebiasaan, adat istiadat adalah sesuatu yang memiliki relevansi tersendiri, dan menarik bilamana diadakan kajian khusus untuk menggali informasi tentang etnomatematika, demi meninjau langsung aktivitas etnomatematika dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pada umumnya.
Ethnomatematika tidak perlu dilakukan secara terpisah atau berdiri sendiri sebagai satu mata pelajaran, melainkan terintegrasi dalam mata pelajaran lain.

Beberapa mata pelajaran seperti Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Agama, Seni Budaya dan Keterampilan maupun mata pelajaran lain yang sejenis dipandang potensial untuk membawa muatan pendidikan multikultural. Lantas bagaimana dengan mata pelajaran matematika?. Pemberlakuan kurikulum 2013 mendorong dilakukannya reformasi dalam pendidikan matematika, konsep-konsep matematika dibelajarkan dengan mempertimbangkan aspek-aspek lokal yang berkembang dalam masyarakat di sekitar lingkungan siswa. Salah satu tujuan belajar matematika adalah membentuk skemata baru dalam struktur kognitif dengan mempertimbangkan skemata yang ada dalam diri anak sehingga terjadi asimilasi. Salah satu alternatifnya adalah mengaitkan antara pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan pemahaman siswa pada situasi di lingkungannya.

Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika perlu diawali dengan penggalian pengetahuan informal yang telah diserap siswa dari kehidupan masyarakat di sekitar tempat adanya kendala perbedaan latar belakang kultural dan pemahaman akan keberagaman dan penghargaan akan perbedaan, serta bagaimana bersikap dan bertindak dalam situasi multietnik-multikultur.
Oleh karena itu, sangat mungkin membelajarkan matematika dengan mengintegrasikan nilai-nilai ethnomathematics. Ethnomathematics bertujuan untuk mengembangkan identitas etnis siswa agar mereka mengetahui, memahami, menghargai dan menjaga nilai-nilai budaya sesuai etnisnya, sehingga siswa merasa memiliki dan bangga dengan identitas dirinya sebagai etnis tertentu. Selanjutnya, melalui ethnomatematika diharapkan siswa dapat mengembangkan hubungan interpersonalnya melalui sikap menghargai, tidak ada kecurigaan atau prasangka terhadap kelompok etnis diluar dirinya sehingga terbangun kesepahaman, toleransi dan saling pengertian. Dengan demikian, melalui etnomatematika diharapkan semua siswa dengan berbagai latarbelakang yang berbeda berkesempatan sama untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal.

Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan pendidikan melalui model pembelajaran matematika yang berbasis ethnomathematics sebagai bentuk inovasi pendidikan. Melalui pengembangan pendidikan ini diharapkan dapat berkembang aspek sosial dan kognitif siswa sekaligus. Stimulasi dapat diberikan melalui integrasi budaya dalam konten matematika sebagai titik awal bagi siswa untuk memunculkan pemikiran yang kritis. Hal inilah yang diharapkan untuk menumbuhkan sumber daya manusia yang kompetitif, inovatif, dan berkarakter.
(Suherman : Dosen Pendidikan Matematika, UIN Raden Intan Lampung)

banner 300250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.