Duka Demokrasi, Menang Jangan Jumawa, Kalah Harus Legawa

Oleh : Joni Efendi

BEKAS tinta ungu di jari kebanyakan sudah pudar warnanya, dan diskon pemilu pun mulai berhenti.  Meriahnya hajatan pesta demokrasi lima besar yang dinanti- nanti pun sudah terlewati 17 April 2019 lalu. Kini hasil resmi pemilihan umum (pemilu) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ditunggu telah usai.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memutuskan hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019 sehari lebih cepat dari jadwal 22 Mei. Pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin mendulang suara 85.607.362 atau 55,5%, unggul jauh atas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang meraih 68.650.239 suara atau 44,5%. Total suara sah nasional mencapai 154.257.601.

Proses hitung manual pemilu serentak 2019 merupakan titik akhir. Apa pun hasilnya, semua pihak harus bisa menerima dengan lapang dada, baik dari unsur partai politik, kandidat, maupun relawan pemenangan. KPU merupakan institusi paling legitimate yang keabsahannya dijamin hukum.

Klausul dalam UU Pemilu menyediakan instrumen penyelesaian sengketa hasil pemilu dengan baik. Capres yang merasa dirugikan dengan hasil pemilu bisa mengajukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tak ada syarat jumlah selisih perolehan suara untuk beperkara. Berapa pun selisihnya bisa dibawa ke jalur konstitusional.

MK memiliki kewenangan penuh untuk memutus perkara selisih suara yang disengketakan. Tak perlu ada intimidasi, apalagi ancaman yang disebut dengan people power, soal hasil pemilu. Syarat sengketa ke MK cukup longgar karena tak ada ketentuan persentase selisih suara. Negara ini punya mekanisme untuk menyelesaikan semua sengketa pemilu. Kita harus menahan diri untuk tidak mengeluarkan pernyataan provokatif.

Karena itu, dugaan kecurangan mesti dibuktikan dengan data valid sebagai alat bukti forensik bersengketa. Kecurangan pemilu tak bisa diselesaikan dengan sekadar membangun wacana maupun demonstrasi jalanan. Payung hukumnya jelas mengatur secara definitif sebagai bagian tata krama berdemokrasi. Di luar itu, segala bentuk agitasi politik akan sia-sia belaka.

Oleh sebab itu, demonstrasi maupun bentuk protes lain tak akan bisa mempengaruhi hasil rekapitulasi suara yang dilakukan oleh KPU. Dunia tak akan runtuh sekalipun banjir protes datang silih berganti setiap saat. Itu perkara biasa dalam demokrasi. Agar output-nya jelas, satu hal yang pasti, siapapun yang merasa dirugikan harus mampu membuktikan dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif yang mereka tuduhkan.

Kenyataannya, pemilu serentak menjadi ujian nyata bagi demokrasi yang sedang terkonsolidasi. Peluang bangsa ini untuk mudah melewati semua badai politik dengan indah sangat bergantung respons elite politik dalam menyikapi hasil pemilu. Kedewasaan menjadi pra- syarat mutlak bagi stabilitas demokrasi. Atau sebaliknya, justru menjadi provokator delegitimasi semua proses, tahapan, dan hasil pemilu.

Sikap dewasa itulah yang sedang dinanti segenap bangsa. Semua eksponen politik harus punya kerendahan hati untuk menerima apa pun hasil pemilu. Sebab, demokrasi elektoral hanya menyediakan dua opsi: menang atau kalah. Tak ada opsi ketiga sebagai ruang kompromi. Pemilu layaknya panggung gladiator yang hanya menyisakan satu pemenang dan satu pihak kalah. Kesatria sejati pasti siap menerima keduanya. Begitulah demokrasi ditegakkan.

Tanpa sikap kesatria, peradaban demokrasi tinggal menunggu ajal. Prinsip dasar demokrasi adalah sikap legawa menerima segala hal yang tak sesuai harapan. Siapa pun harus menghormati pilihan politik rakyat yang telah ditentukan pada 17 April lalu.

Pada tahap itulah kemudian urgensi menjaga suasana batin kebangsaan secara kolektif. Dalam politik, adakalanya berkompetisi. Namun, setelah pemilu selesai, semua pihak harus kembali berangkulan. Pemilu hanya alat mencari calon pemimpin masa depan. Bukan alat memecah belah bangsa.

Selain itu perbincangan tentang para petugas pemilu yang menjadi korban terus bergulir. Itu terjadi tidak hanya karena jumlahnya yang banyak dan terus bertambah, tetapi juga area perbincangannya makin lebar. Pelebaran area ini tentu saja membuat duka yang dialami para pahlawan demokrasi seperti tidak ada ujungnya.

Misalnya, di DPR sempat muncul wacana pembentukan Pansus Pemilu 2019, walaupun kemudian kelihatannya meredup. Muncul juga adanya wacana pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TPGF) untuk menelusuri jatuhnya korban, khususnya yang meninggal. Bahkan, ada pihak yang mengusulkan peristiwa ini ditetapkan sebagai Kondisi Luar Biasa (KLB).

Salah satu isu yang menyedot perhatian adanya dugaan kematian atau sakit karena diracun. Isu ini menarik perhatian publik karena dikaitkan dengan dugaan kecurangan pelaksanaan pemilu sehingga ada usulan untuk melakukan autopsi.

Kementerian Kesehatan langsung menanggapi dugaan ini dengan melakukan kajian. Sejauh ini, belum ditemukan penyebab kematian karena racun atau diracun. Data menunjukkan, tidak ada korban meninggal karena kelelahan. Ditemukan 13 jenis penyakit yang menyebabkan meninggalnya para petugas di lapangan.

Kelelahan bukanlah penyebab tunggal kematian atau sakitnya petugas. Walaupun demikian, diakui bahwa kelelahan merupakan pemicu penyakit yang diderita petugas menjadi parah dan menyebabkan kematian.

Sekalipun terjadi beberapa insiden tersebut, mulai dari keterlabatan surat suara, penemuan beberapa surat suara tercoblos, upaya intimidasi kelompok tertentu di TPS, juga petugas TPS meninggal dunia, tidak cukup bisa dijadikan dalih bahwa pemilu telah gagal. Malah sebaliknya. Dikutif dari berbagai sumber, sejumlah delegasi negara yang mengikuti Program Pemilu Serentak 2019, memberikan apresiasi.

Indonesia dinilai hebat karena bisa melaksanakan pemilu yang sangat kompleks. Yaitu pemilu presiden, DPD, DPR, DPRD I dan DPRD II secara serentak, dalam satu hari dengan tertib dan damai. Padahal Jumlah pemilihnya lebih dari 190 juta orang. Mereka menganggap pemilu serentak ini sebagai (one day election) dengan skala terbesar di dunia.

Opini

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.