Dewan Pers Sebut Tabloid Indonesia Barokah Bukan Produk Jurnalistik

JAKARTA— Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, mengatakan pihaknya telah menuntaskan penelitian soal keberadaan serta konten Tabloid Indonesia Barokah.

Dewan Pers kemudian menyatakan tabloid Indonesia Barokah bukan merupakan produk jurnalistik, tak memenuhi sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Dengan kepastian itu, kepolisian dapat menyelidiki adanya kemungkinan tindak pidana dalam penyebaran tabloid tersebut. “Bukan produk jurnalistik,” kata Yosep, Selasa 29 Januari 2019.

Yosep menjelaskan, tabloid Indonesia Barokah tidak bisa disebut produk media massa. Karena tak memiliki alamat dan perusahaan yang nyata.

Seluruh data berkaitan dengan redaksinya juga fiktif. Isi tabloid pun tidak memenuhi kaidah jurnalistik yang memuat wawancara, verifikasi, dan konfirmasi.

“Kami akan menyampaikan hasil pendapat, penilaian, dan rekomendasi ke Polri dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum),” kata dia.

Pernyataan tersebut yang ditunggu kepolisian. Juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Argo Yuwono, pernah mengungkapkan bahwa Polri membutuhkan hasil kajian Bawaslu dan Dewan Pers sebelum memulai penyelidikan terhadap Indonesia Barokah.

Argo menegaskan, Polri akan bergerak setelah mendapat kepastian perihal dugaan tindak pidana dalam penerbitan tabloid Indonesia Barokah. “Kalau pidana, pasti diusut,” kata Argo.

Polemik tentang Indonesia Barokah mencuat setelah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai konten informasi pada tabloid tersebut menyudutkan pasangan yang mereka usung.

Dalam edisi perdananya pada Desember 2018, Indonesia Barokah menurunkan tulisan sampul muka berjudul “Reuni 212: Kepentingan Umat atau Kepentingan Politik”.

Halaman depan tabloid dilengkapi karikatur seseorang yang mengenakan sorban dan memainkan dua tokoh wayang. BPN kemudian melaporkan tabloid yang beredar di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Yogyakarta itu ke Dewan Pers serta Bawaslu.

Anggota Bawaslu, Fritz Edwar Siregar, mengatakan lembaganya belum menemukan indikasi pelanggaran aturan pemilu. Meski demikian, dia mengimbuhkan, Bawaslu telah bekerja sama dengan PT Pos Indonesia untuk menghentikan pendistribusian Indonesia Barokah.

“Kami berupaya mencegah penyebarluasannya.”

Adapun Wakil Kepala Kantor Pos Besar Solo, Zainal Alamsyah, menuturkan telah menahan 500 amplop surat yang diduga berisi Tabloid Indonesia Barokah. Surat yang hendak ditujukan ke sejumlah pesantren dan masjid tersebut masuk ke Kota Solo pada 15 Januari 2019.

“Kami tahan dalam keadaan tertutup karena tak boleh membuka barang milik konsumen,” kata dia.

Sember : Tempo

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.